“Perasaan ini, sepertinya pernah
aku rasakan. Dan aku rasa kini aku bagaikan tengah mengulang kejadian pada
waktu itu. Sungguh…..”
☼
ejavu….
Mungkinkah? Bagaimana bisa aku merasakan
itu seketika. Saat bersamanya dan saat bersama dirinya.
“Cha… kenapa
akhir-akhir ini loe banyak bengong sih? Ada
yang ngganjel hati loe apa ?” Tanya Rara kepadaku yang dari tadi duduk
termanggu di ruang kelas.
“Ra,
kayaknya gua lagi dejavu deh! Serius
gua Ra… duh kenapa yah gua? Duh gua
bingung sendiri jadinya “ jawabku yang masih memikirkan sesuatu.
“Busyeettt
dah loe Cha! Keren amat kata-kata loe Cha! Pake acara dejavu segala… emang ada apa sih Cha? Something in the past maybe make you feel that?” tanya Rara
penasaran.
“Gue
teringet ama Deno Ra! Entah kenapa sejak pacaran sama Reza, bayang-bayang Deno
muncul secara tiba-tiba gitu. Reza mengingatkan gua lagi ama First Love gua Ra, Deno! Ucapku sambil mengguncang tubuh Rara.
“Deno? Reza?
Ah elu ada-ada aja sih Cha… udah ah pulang yuk, laper nih gua, nggak sabar makan
masakan nyokap tercinta! Ujarnya menarikku keluar kelas.
☼
Aku membantingkan
tasku di atas ranjang. Deno, Deno… kenapa tiba-tiba aku meningatnya? Reza,
teman hatiku saat ini. Yah bisa aku bilang Dia itu pacarku. Hanya saja hatiku
belum bisa mencintai, atau menyukai, dan mungkin sejenisnya. Dia hanyalah sekadar
penghias hatiku yang aku rasa hatiku ini masih saja mengharapkan seseorang itu
bersamaku.
Hpku berdering.
Aku rasa itu Za, ya Reza.
“Cha, kamu
dimana? Udah pulang sekolah belum?” Tanya Reza.
“Eh Zaza,
udah kok Za. Zaza sendiri dimana?” Tanyaku
membalas dari semua pertanyaannya.
“Aku masih
di sekolah. Cha udah makan belum?” Tanya
reza.
“Belum nih
Za. Zaza sendiri?” Tanyaku kembali.
“Belum juga.
Cha, Za ke rumah ya? Cha bisa hang out
kan?” Tanya
Reza.
“Mmm ya Za.
Yasudah Cha mau ganti baju dulu, Za jangan lama-lama ya jemput Cha! Jawabku
langung mematikan telepon.
Pergi berdua bersama Reza, membuatku merasakan dejavu kembali. Rasanya aku masih saja
mengingat mantanku yang dulu, Deno. Dia belum bisa hilang dari pikiranku. Yah,
mungkin bisa dibilang aku masih menyimpan rasa pada Deno.
☼
Aku menatap
Reza cukup lama. Bila aku pikir-pikirkan kembali tentang perasaanku pada Reza,
rasanya aku sangat jahat padanya. Mungkinkah akhir cerita cintaku akan berakhir
sama seperti yang sebelum-sebelumya karena aku masih mengaharapkan Deno?
Ditambah lagi saat bersama Reza perasaan dejavu
itu muncul kembali.
“Cha, ayo
dong pose. Aku mau ambil foto kamu” Ucapnya tersenyum lirih.
Setiap
berada di sisi Reza, selalu saja aku ini bagaikan model dadakan. Reza selalu
saja bilang bahwa aku ini cewek satu-satunya yang akan dia foto. Entah mengapa?
Apakah Reza sangat menyayangiku sampai segitunya?
“Cha, coba
liat deh kamu cantik banget di foto. Besok-besok pake baju yang looking funny yah… Biar kamu tambah
cantik di foto…” Ucap Reza penuh semangat.
“Hahaha, Za
bisa banget deh muji Cha… Cha kan
jadi malu nih “ jawabku tersenyum malu.
“Tapi Cha
emang cantik kok. Cha satu-satunya cewek yang paling cantik setelah Ibu…”
Senyumnya disertai tawa.
☼
“Ra,
kayaknya gua mau putus deh sama Reza, “ ucapku perlahan.
Rara melongok
kaget. “Putus? Kenapa Cha? Lo ada masalah apa sama dia?”
“Gua nggak
mau nyakitin hati dia Ra. Gua teringet Deno melulu saat pacaran sama dia, sama
aja gue nusuk dia dari belakang. Ntar kalo gue pertahanin kena hokum karma deh
gua Ra” ucapku penuh keseriusan.
“kalo loe
udah yakin dengan keputusan loe, yah silahkan Ra.
☼
“Za,
hubungan kita sampai disini aja ya” ucapku pada suasana hening di Saimen Café.
“Maksud
kamu? Kita putus Cha?” tanyanya sontak memegang tanganku.
“Maaf Za, gue
harus pergi sekarang” ucapku yang langsung pergi meninggalkannya.
Aku berjalan
perlahan mengitari setiap sudut kota.
Entahlah mungkin ini adalah keputusan yang terbaik agar aku tidak menyakitinya.
Yah sebaikya dia tidak denganku. Dia pasti bisa menemukan yang lebih baik tidak
seperti aku.
☼
“Serius loe
Cha? Loe bener-bener putus sama Reza?” Tanya Rara dengan kaget saat aku
menceritakan kejadian kemarin siang di Saimen
Café.
Aku
mengangguk pelan dan aku pun hanya diam.
“Reza itu
sudah baik banget padahal selama elo! Udahlah Cha, ngapain juga kamu masih
inget-inget sama Deno! Dia sudah nyakitin loe, dia yang mutusin loe. Loe kok
masih aja inget-inget sama dia!”
Aku hanya
menatap Rara yang sibuk memberikan aku nasehat-nasehat. Tanpa tersadari
tanganku ditarik oleh Reza.
“Gue mau
bicara sama loe Cha! Please!”
☼
Aku hanya
diam seribu bahasa tanpa menatap wajahnya. Aku merasakan tatapan tajam sesaat
yang Reza lontarkan padaku. Aku rasa dia marah padaku. Tapi apa boleh buat
daripada aku hanya menyakiti hatinya.
“Kasih aku
alasan Cha, aku nggak ngerti kenapa kamu kayak gini sama aku…” ucapnya yang
masih menatapku dengan tajam.
“Sudahlah
Za… mau alasan apa lagi? Cukup sampai disini aja Za” lontarku membalas
tatapannya tajam. Tersirat dalam hatiku bahwa aku harus bersikap jahat padanya.
Mungkin itu bisa membuatnya tidak mencari-cariku lagi dan berlalu dariku.
“Cha apa
yang ada di dalam hati loe tentang gue? Apakah nggak ada sedikit rasa tersirat
dari hati loe ke gue Cha? Kenapa loe mudah banget ngucapin kata perpisahan? Apa
loe nggak pernah sayang sama gue Cha…” tuturnya penuh harapan.
“Za,
sekarang untuk apa alasan buat loe? Kalo gue udah ngasih alasan dengan loe, loe
langsung bisa pergi dari hadapan gue? Dan loe langsung berlalu?”
“Cha… Nyokap gue adalah wanita pertama
gue sayang dan cinta. Dan setelah itu wanita itu adalah loe Cha… Gue
sayang banget sama elo Cha…”
“Gue
udah bosen Za ama loe. Gua udah punya
pilihan lain. Dan lagi pula gue nggak pernah sayang ama loe Za. “ Ucapku penuh
dengan kebohongan.
“Cha…
kenapa…….” Ucapnya lemas.
“Inilah aku
Za. Dan sekarang kamu bisa pergi kan
dari aku…Za… jangan ganggu aku lagi. Aku ini bukan yang terbaik buat loe!”
Ucapku palsu dan langsung berlalu.
☼
* REZA
“Ketika semuanya
harus berakhir… ketika pelukku tak lagi menanti, telah ku berikan yang mau aku
beri… namun tak jua puaskan hatimu..
Kau memilih tuk
akhiri kisah ini, kau hempaskan aku tak berdaya…”
Aku hanya
membacanya sekilas tanpa membalas. Aku benar-benar tidak ingin menyakiti hati
Reza. Terngiang aku akan ucapan-ucapan Reza. Sepertinya dia benar-benar
mencintaiku. Tapi mungkin hanya kata maaf yang mampu terlontar dari hati serta
mulutku padanya. Perasaanku benar-benar masih tertuju sama Deno. Walau dia
sudah menyakitiku tapi entah hati ini masih benar mencintainya.
☼
“Ra… jujur,
kenapa Chaca kayak gitu sama gue”
“Maaf Za…
gue nggak tau apa-apa” jawabnya singkat.
“Gue mohon
Ra loe jujur, gue sayang banget Ra sama Chaca. Apa bener dia bilang kalo dia
sudah punya pacar baru?” tanyanya menanti sebuah jawaban.
“Maksud loe?
Dia bilang dia sudah punya pacar baru?”
☼
“Cha tunggu
gue, jangan menghindar dari gue Cha” tariknya keras tanganku yang berusaha
menjauhinya.
“Apalagi
sekarang Za? Gue kan
sudah bilang kalo gue udah punya pacar baru? Mau penjelasan apa lagi Za
sekarang?” Ucapku penuh amarah untuk meyakinkannya.
“Loe masih sayang sama Deno kan? Jujur Cha gue mohon. Loe sebenernya
nggak ada pacar baru kan?”
Ucapnya.
“Kenapa loe
sebut-sebut Deno? Dia nggak ada hubungannya sama hubungan kita Za! Tolong Za
ini kita lagi di sekolahan, malu tau nggak kita ini diliat anak-anak satu
sekolah!” Sambutku penuh rasa kesal dan berusaha berlari dari hadapnya.
“Rara sudah
kasih tau semuanya sama gue! Dia bilang
kalo loe ngerasa dejavu kan saat pacaran sama
gue… Rara bilang loe selalu teringat sama Deno…….”
“Plak” satu
tamparan melayang ke pipinya yang dihiasi lesung pipit. Aku hanya ingin
mengakhiri semuanya secara cepat tanpa banyak tanda Tanya darinya lagi. Aku
muak. “Jangan salahkan dia atas semua yang telah terjadi kemarin, di hari esok
loe nggak akan buat gue lagi, jadi tolong pergilah…”
“Nadisa
Cania….” Ia tertunduk lemas.
☼
“Ku lepas semua yang aku inginkan, tak akan aku ulangi
, maafkan jika kau ku sayangi dan bila ku menanti. Pennahkan engkau coba
mengerti ingatlah ku disini, mungkinkah jika aku bermimpi, salahkah tuk
menanti”
Aku menagis
perlahan mendengar lagu itu. Dejavu
masih saja terasa di hatiku. Reza memberikan aku semua rasa itu sehingga
mengingatkan aku pada Deno. Deno boleh saja menduakanku pada saat itu, tapi
secercah harapanku padanya masih ada dan masih aku genggam erat saat aku
bersama Reza.
( Kringg…Kringg….
Hapeku berbunyi. “Rara” gumamku.
“Cha… gue
minta maaf karena gue udah kasih tau semuanya ke Reza” kata Rara.
“Sudahlah Ra
nggak apa-apa, gue udah tau kok, santai aja Ra, lambat laun ntar Reza juga tau”
jawabku santai.
“Cha…
menurut gu, loe sebaiknya harus bener-bener bicara empat mata padanya.
Setidaknya Reza nggak terlalu sakit hati sama loe Cha”
☼
“Reza, gue
Cuma mau minta maaf atas kejadian kemarin” Ucapku pelan.
Dia hanya
diam membisu.
“Za gue bener-bener
minta maaf” ucapku kedua kalinya.
Dia menatapku.
Sepertinya hatinya benar-benar sakit gara-gara aku.
“Andai ada
kesempatan untukku lagi aku benar-benar mencintaimu Cha” tuturnya memelas.
“Za kata dejavu tiba-tiba saja datang saat aku
denganmu. Za aku nggak mau nyakitin hati loe. Perpisahan adalah jalan terbaik
buat kita. Aku nggak mau kalau pada akhirnya hatimu akan sangat terluka
karenaku”
Reza
menatapku sangat tajam.
“Sebaiknya
kita restart hati kita”
☼
Semuanya
berlalu begitu saja. Aku tidak inginkan Reza maupun Deno pada saat ini. Aku
ingin mencari sesosok yang baru tanpa membuat aku merasakan dejavu kembali.
☼
Setahun
berlalu begitu saja. Kini aku melihat sesosok Reza tengah tersenyum bahagia
bersama seseorang yang mungkin pantas untuknya.
Hatiku
termanggu rasakan haru. Aku terduduk dalam lembar baru. Aku tersenyum simpul
melihatnya. Ya dia, Reza. Kini aku lihat kebahagiaan terpancar dari wajahnya.
Bukan karena aku , dan juga bukan bersamaku.
“Woiii, senyum-senyum
sendiri loe!” Hentakan Rara mengagetkanku.
“Hahaha…
Kenapa si loe Ra weeee”
“Cemburu ya
liat Reza sama Weni, wooww” ledek Rara kepadaku.
“Yeee siapa
juga yang cemburu, gue malahan seneng tau nggak bisa liat Reza bahagia” jawabku
bahagia.
“ehm..ehmmm
nggak dejavu lagi kan nih? Galau nih ye yang kemarin-kemarin
ngerasa dejavu…” ledek Rara lagi.
“Dejavu?? Hahaha lewat tuh kata, udah ahh
cabut yuk cuci mata yuk di lantai 3” godaku pada Rara.
“Ayookkk, kita
cari cowok ganteng gyaaaahhhhh”
TAMat